Monday, January 9, 2017

Kesombongan Itu Menghalangi Ilmu

~saya pernah memberi masukan sepele, ilmu yang bermanfaat yaitu dalam membaca ikhfa dan idgham. Ini sepele, tapi kalau salah, vonis orang yang dengar: kamu belum bisa membaca Qur'an dengan benar :-).
~tahukah vonis lanjutan jk dianggap belum bisa baca Qur'an? Dianggap belum ngaji yang cukup, jangankan bicara tafsir Qur'an, bacanya aja gak benar :-).
~tapi, karena merasa sudah besar, tidak mau mengambil faidah atau mencoba bertanya tentang hal yang dinasihatkan:-).
$sesungguhnya, saya pun pernah mengalami penyakit itu. Dulu saya masuk dg modal: "nilai terbaik", merasa malu jika terlihat bodoh, maka jk tdk paham sedikit ditahan saja, gak mau bertanya:-). Dan pernah pula merasakan bhw: dugaan saya, teman-teman sudah paham, maka malu bertanya hal yang tidak dipahami, takut ditertawakan :-).
$rupanya, saya menyesal. Lbh baik ditertawakan untuk bertanya, asal menjadi paham.
$dan kaidah saya terbaru: lebih baik selalu merasa bodoh, sehingga bisa mengambil faidah dari siapapun.
$kenapa? Seiring dg pelajaran2 yang diikuti, saya tahu kedalaman-kedalaman serta kelebaran ilmu, dan memang saya tahu, betapa sedikit yang sudah diketahui.
$pengalaman terjadi malam tadi: ust nur syamsul membahas nahwu via Zoom. Yang saya baru tahu, ternyata asmaul khamsah kadang bisa dibaca tetap tidak berubah, yaitu dg menggunakan ciri alif, seperti أباك. Padahal yang dulu diketahui dari kitab jurumiyyah, ابوك، ابيك، اباك. Ternyata diulas dalam alfiyyah ibnu malik. Duh, saya belum khatam al-fiyyah dulu, dan belum pernah hafal. Baru sedikit dulu, sdh lupa lagi. Ternyata belum bgt yakin wawasan nahwu, kl alfiyyah ibnu malik belum terkuasai. Syaikh Ustaimin pun kalau bahas tafsir, kl bongkar nahwu, selalu dari ibnu malik.
$janganlah malu mengambil faidah. Blh jd, di depan anda, adalah orang alim. Dan blh jd, ilmu anda tak sebesar tai kuku orang di depanmu. Maka perhatikanlah bagaimana dia bicara, krn jk kita punya pengetahuan tentang bidang-bidang ilmu, akan diketahui dg mudah siapa alim dan siapa jahil.
فَبَدَأَ بِأَوْعِيَتِهِمْ قَبْلَ وِعَاءِ أَخِيهِ ثُمَّ اسْتَخْرَجَهَا مِنْ وِعَاءِ أَخِيهِ ۚ كَذَٰلِكَ كِدْنَا لِيُوسُفَ ۖ مَا كَانَ لِيَأْخُذَ أَخَاهُ فِي دِينِ الْمَلِكِ إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ ۚ نَرْفَعُ دَرَجَاتٍ مَنْ نَشَاءُ ۗ وَفَوْقَ كُلِّ ذِي عِلْمٍ عَلِيمٌ

Maka mulailah Yusuf (memeriksa) karung-karung mereka sebelum (memeriksa) karung saudaranya sendiri, kemudian dia mengeluarkan piala raja itu dari karung saudaranya. Demikianlah Kami atur untuk (mencapai maksud) Yusuf. Tiadalah patut Yusuf menghukum saudaranya menurut undang-undang raja, kecuali Allah menghendaki-Nya. Kami tinggikan derajat orang yang Kami kehendaki; dan di atas tiap-tiap orang yang berpengetahuan itu ada lagi Yang Maha Mengetahui.

No comments: