Istri Muda Minta Cerai karena Kasihan dengan Istri Pertama
Tanya:
Bila seorang istri muda meminta cerai karena kasihan dengan istri pertama, apakah itu termasuk alasan syar'i?
Jawab :
Alhamdulillah washshalâtu wassalâmu alâ nabiyyinâ wa alâ âlihi washahbihi ajma'în
1. Sebelum menjawab pertanyaan ini, kami perlu menjelaskan bahwa jika pertanyaan di atas adalah kasuistik (yakni berkaitan dengan kasus yang dihadapi), kami mengharapkan agar perkara ini dilimpahkan ke Pengadilan Agama. Adapun jika hanya sekadar pertanyaan tanpa berkaitan dengan suatu kasus, jawabannya pada poin berikut:
2. Istri muda (istri baru) tidak dibenarkan meminta cerai dari suaminya karena alasan kasihan atas istri pertama. Seorang wanita tidak dibenarkan meminta cerai dari suaminya tanpa ada alasan yang dibenarkan oleh syariat, misalnya:
- Suami memiliki rupa atau akhlak yang buruk,
- Jika ia tetap bertahan bersama suami, maka agama dan akhlaknya akan hancur,
- Suami suka menyakiti, menzhalimi, dan memukulnya, sementara tak ada solusi yang dapat menyelesaikan hal itu,
- Suami berbuat keji dan fajir: meninggalkan shalat, suka berzina, suka meminum khamar atau memakai narkoba, suka berjudi, dan selainnya,
- Suami membenci istri dari awal pernikahan sehingga ia pun ditelantarkan oleh suami sampai statusnya terkatung-katung, atau
- Suami tidak memberi nafkah lahir dan batin.
3. Jika suami -setelah poligami yang ia tunaikan- tidak berlaku adil terhadap istri pertama, dosanya kembali kepada si suami, bukan kembali kepada istri muda (baru) dan hal itu bukanlah sebab syar'iy bagi istri lain untuk meminta cerai. Kewajiban si istri hanyalah menasihati dan membimbing suami dengan hikmah kepada jalan terbaik. Sang istri hendaknya mengingatkan suami tentang tujuan poligami bahwa poligami disyariatkan untuk ta'awun (tolong-menolong) di atas kebaikan, membangun keluarga islami, memperbanyak pahala dengan menafkahi dan mendidik keluarga, memperbanyak umat Nabi shallallâhu 'alaihi wa sallam, memperbanyak generasi pejuang dan pembela Islam, dan tujuan poligami lainnya.
4. Permintaan cerai oleh istri muda bukanlah solusi terbaik, bahkan boleh jadi berbuah problema besar, sebab bisa jadi suami perasaannya akan hancur dan harapannya pupus jika melihat istrinya yang lain meminta cerai, sementara masalah dengan istri pertama tidak dapat diselesaikan dengan baik.
5. Ketahuilah bahwa meminta cerai merupakan dosa besar yang dianggap remeh oleh sebagian istri, hanya karena alasan-alasan kecil yang dibesar-besarkan. Meminta cerai dari suami merupakan perkara yang banyak menimbulkan mudharat bagi diri si istri, suami, dan masyarakat. Tak heran bila di dalam agama kita, Nabi shallallâhu 'alaihi wa sallam melarang keras seorang istri meminta cerai dari suaminya tanpa alasan syar'iy sebagaimana dalam sebuah hadits,
أَيُّمَا امْرَأَةٍ سَأَلَتْ زَوْجَهَا طَلاَقًا فِى غَيْرِ مَا بَأْسٍ فَحَرَامٌ عَلَيْهَا رَائِحَةُ الْجَنَّةِ
"Wanita mana saja yang meminta talak (dari) suaminya tanpa ada sesuatu yang memberatkan maka haram atasnya wewangian surga."
[HR. Abu Dawud 2226, At-Tirmidziy 1187 dan Ibnu Majah 2055. Syaikh Al-Albaniy menyatakan hadits ini shahih dalam Takhrîjul Misykah no. 3279]
"Maksudnya adalah tanpa kondisi yang memberatkan dan menyusahkannya (sehingga) mengharuskan ia meminta talak dan memaksanya untuk meninggalkan suami, misalnya: istri takut kalau suami tidak mampu menegakkan batasan-batasan Allah dalam perkara-perkara yang wajib bagi istri berupa persahabatan baik dan pergaulan indah, karena kebencian istri terhadap suaminya akibat suami menyakiti istri, sehingga istri pun meminta talak dari suaminya." [Faidhul Qadîr (3/138) oleh Al-Munawiy]
6. Jika istri pertama ngambek dan marah, karena suaminya yang mampu berpoligami menikah lagi, hendaknya istri muda bersabar dan jangan terpancing dengan reaksi istri pertama. Kecemburuan dan kemarahan istri pertama -apalagi bila ia awam dan jahil akan agama- adalah suatu hal yang wajar. Namun, hal itu bukanlah alasan yang membolehkan istri muda untuk meminta cerai dari suami.
7. Istri muda harus menyadari bahwa poligami adalah salah satu jalan kebaikan yang banyak ditinggalkan, bahkan dibenci oleh sebagian orang. Padahal, tidak ada jalan kebaikan yang kita lalui, kecuali pasti akan kita temui onak dan duri yang akan menyakiti kita. Oleh karena itu, siapa saja yang melaluinya dengan penuh kesabaran dan demi mencari ridha Allah Subhânahu wa Ta'âlâ, kelak ia akan menjadi manusia terbaik di sisi Allah 'Azza wa Jalla.
Kehidupan yang kita lalui tidak akan pernah sunyi dari ujian, yang akan membuktikan kebenaran kita. Benarkah kita beriman dengan jiwa dan raga kita? Ataukah kita hanya beriman dengan lisan tanpa selainnya?
Ketika seseorang ingin tahu keimanannya, lihatlah sejauh mana ia bersabar dan ridha dengan ketetapan takdir dan syariat Allah.
Nabi shallallâhu 'alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلَاءِ وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلَاهُمْ فَمَنْ رَضِيَ فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السَّخَطُ
"Sesungguhnya besarnya balasan (pahala) seiring dengan besarnya ujian. Sesungguhnya Allah, bila mencintai suatu kaum, Allah akan menguji mereka. Lantaran hal itu, siapa saja yang ridha (terhadap ujian Allah), ia akan mendapatkan keridhaan (Allah), tetapi siapa saja yang murka (terhadap ujian itu), ia akan mendapatkan kemurkaan (Allah)."
[HR. At-Tirmidziy 2396 dan Ibnu Majah 4031. Hadits ini dinyatakan hasan oleh ahli hadits Negeri Syam, Syaikh Al-Albaniy, dalam Ash-Shahîhah no. 146]
Di dalam riwayat lain, Rasulullah shallallâhu 'alaihi wa sallam bersabda,
عُظْمُ الأَجْرِ عِنْدَ عُظْمِ المُصِيبَةِ وَإِذَا أَحَبَّ اللّٰهُ قَوْماً ابْتَلاَهُمْ
"Besarnya pahala seiring dengan besarnya musibah. Jika Allah mencintai suatu kaum, Allah akan menguji mereka."
[HR. Al-Mahamiliy dalam Amali-nya, dan hadits ini dinilai shahih oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Shahîh Al-Jâmi' Ash-Shaghîr 1403]
Jadi, munculnya ujian dan problema dalam menjalani poligami bukanlah alasan syar'iy yang membolehkan seorang perempuan sesegera mungkin menuntut cerai dari suaminya. Hendaknya pasangan suami-istri saling bahu-membahu dalam merajut kebaikan di balik indahnya syariat poligami, bukan malah justru membuat berbagai macam keributan, kegaduhan, serta berbagai macam tuntutan dan masalah yang seringkali menodai indahnya syariat poligami, sehingga poligami seakan-akan merupakan barang menakutkan dan menyusahkan.
Ustadz Abdul Qodir, Lc.
www.abufaizah75.blogspot.com
Fb: Al-Ustadz Abdul Qodir Abu Fa'izah
----------
Markaz Dakwah untuk Bimbingan dan Taklim
markazdakwah.or.id
Facebook, Twitter, Instagram, Telegram:
@markazdakwahbt
No comments:
Post a Comment